Bubur Biji Delima Nias
Informasi

Makanan Tradisional yang Terlupakan

Bubur Biji Delima Nias

Di balik popularitas rendang, sate, atau nasi goreng, Indonesia menyimpan sederet hidangan tradisional yang perlahan tergerus zaman. Mereka tak kalah lezat, namun kerap luput dari radar kuliner modern. Dari tepian pantai Sumatra hingga pegunungan Papua, setiap suku sebetulnya punya “harta karun” rasa yang menunggu diangkat kembali ke meja makan. Makanan-makanan ini bukan sekadar sumber energi—mereka adalah mosaik sejarah, budaya, dan filosofi hidup nenek-moyang kita.

Bayangkan Gatang Kenari dari Maluku Utara, sup gurih yang memakai kacang kenari sebagai pengganti santan; atau Lawa Bale dari Sulawesi Selatan, salad ikan cakalang mentah dengan kelapa sangrai dan perasan jeruk nipis. Keduanya pernah meriah di pasar tradisional, tetapi kini lebih sering hadir di festival kuliner daripada di dapur keluarga.

Mengapa Kita Melupakan?

Ada tiga alasan utama kenapa kuliner warisan ini memudar:

  1. Perubahan pola konsumsi : Urbanisasi dan gaya hidup serba cepat mendorong masyarakat beralih ke makanan instan. Waktu memasak hidangan tradisional yang cenderung panjang membuatnya kalah saing dengan fast food.

  2. Keterbatasan bahan baku : Banyak resep memakai rempah atau sayuran lokal yang kini sulit ditemukan, entah karena musim pendek atau alih fungsi lahan pertanian.

  3. Kurangnya pencatatan : Banyak resep turun-temurun tersimpan di ingatan lisan. Begitu generasi tua berpulang, petunjuk lengkap ikut lenyap.

Kisah Empat Hidangan “Hampir Hilang”

1. Kue Cincin Sagu Palopo

Terbuat dari tepung sagu, gula aren, dan taburan wijen, kue ini memiliki tekstur kenyal mirip mochi namun dengan aroma karamel alami. Dahulu kue cincin dibungkus daun pisang lalu dipanggang di tungku tanah liat. Sekarang, keberadaannya hanya terjaga di desa-desa pinggir Danau Tempe, itupun musiman mengikuti panen sagu.

2. Iwel-iwek Banyumas

Mirip lontong namun dilapisi daun talas ungu, iwel-iwek diisi kelapa parut manis dan disajikan saat selamatan. Warna ungu alami daun talas membuat tampilannya mencolok. Ketika plastik mengganti daun pembungkus, tradisi memasak iwel-iwek ikut terkikis—karena daun talas memberi aroma khas yang tak tergantikan.

3. Bubur Biji Delima Nias

Jangan terkecoh namanya—“biji delima” di sini adalah sagu mutiara buatan tangan, diwarnai hibiscus hutan dan dimasak dengan santan encer. Rasanya segar, sedikit asam manis. Kini bubur ini hanya dibuat saat pesta penenunan tradisional, karena pewarna alami sulit diperoleh setelah tanaman hibiscus banyak ditebang.

4. Sambal Lado Udang Rebon Bengkulu

Sambal satu ini memadukan rebon kering, cabai rawit, dan kecombrang tumbuk. Aromanya tajam, cocok untuk lauk utama seperti ikan bakar tempoyak. Produksi rebon skala kecil menurun akibat kompetisi industri ebi besar, membuat sambal lado rebon semakin langka.

Upaya Revitalisasi: Dari Festival ke Laman Digital

Kabar baiknya, geliat komunitas kuliner lokal mulai menyelamatkan resep-resep langka:

  • Festival Kuliner Warisan
    Pemerintah daerah Kotawaringin Barat sukses menghidupkan Jumba Ramu— sup jamur hutan langka—melalui lomba masak tahunan. Penjualan jamur hutan pun berlipat.

  • Digitalisasi Resep
    Sejumlah food blogger menuliskan resep neneknya di medium online, lengkap dengan tutorial video. Dengan begitu, siapapun dapat mencobanya di rumah meski tinggal jauh dari bahan baku asli; substitusi kreatif menjadi kunci.

  • Kolaborasi Chef Modern
    Restoran urban di Jakarta kini menghadirkan menu “heritage pop-up” tiga bulan sekali. Teknik plating modern dikombinasikan dengan bumbu autentik untuk menarik generasi muda Instagrammable-minded tanpa mengorbankan cita rasa.

Cara Kita Turut Menjaga Warisan Rasa

  1. Belanja di Pasar Tradisional : Di sanalah Anda bisa bertemu petani rumahan yang masih menanam rempah atau umbi langka.

  2. Mencoba Memasak : Tak harus persis; improvisasi dengan bahan setempat tetap lebih baik daripada tidak memasak sama sekali.

  3. Mendokumentasikan Resep Keluarga : Rekam video atau tulis catatan lengkap saat belajar dari orang tua—jangan menunggu “nanti”.

  4. Mengampanyekan di Media Sosial : Foto cantik bubur lemu atau sate lilit belut bisa memicu rasa ingin tahu warganet lain.

Cita Rasa adalah Identitas

Menghidupkan kembali makanan tradisional yang terlupakan bukan sekadar nostalgia. Ini soal menghargai identitas bangsa dan menjaga keragaman hayati—karena di balik satu resep tersimpan sejarah tanaman, teknik masak, hingga filosofi kebersamaan. Dengan memasak, menulis, dan berbagi, kita menunjukkan bahwa kuliner warisan layak bersaing di tengah gemerlap fast food global. Mari mulai dari dapur kita sendiri—karena setiap suapan adalah langkah kecil menyelamatkan memori rasa Nusantara.

BACA JUGA : Menyusuri Rasa dan Cerita di Setiap Sudut Nusantara